بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْإِيْمَانِ وَالْإِسْلَامِ. وِنُصَلِّيْ وِنُسَلِّمُ عَلَى خَيْرِ الْأَنَامِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Alhamdulillah, pertamanya dan selamanya kita bersyukur ke hadhrat Allah SWT, kerana dengan izinnya kita masih dapat menghirup udara Syawal penuh kenikmatan setelah kita menempuh kesegaran Ramadhan, dan kesegaran ini dapat dirasai oleh diri, keluarga dan persekitaran kita.
Ramadhan merupakan salah satu madrasah imaniyah yang tersedia untuk umat Islam. Apabila tiba Ramadhan, kita berlumba-lumba menunaikan ibadah semaksimum mungkin. Setelah kita menyelesaikan madrasah imaniyah Ramadhan, persoalan besar yang timbul adalah mampukah kita beristiqamah dengan kebaikan dalam bulan-bulan yang lain setelah berlalu Ramadhan? Mampukah kita tetap mengekalkan momentum ibadah kepada Allah SWT? Atau adakah kita hanya membiarkan kuntuman keimanan yang kita tanam mekar subur pada bulan Ramadhan hancur layu begitu sahaja?
Perbuatan ini sangat tercela di sisi Allah SWT. Allah mengkritik pedas orang-orang seperti itu sebagaimana firman-Nya dalam surah an-Nahl, ayat 92 yang bermaksud:
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah Hanya menguji kamu dengan hal itu. dan Sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.”
Ayat ini adalah perumpamaan dari Allah bagi orang-orang yang menenun pakaian iman dan taqwa di bulan Ramadhan kemudian menghancurkannya setelah itu. Di dalam maksud surah al-A’raf ayat 26, ketaqwaan divisualisasikan dengan sehelai pakaian;
“Hai anak Adam, Sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan Pakaian takwa itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.”
Begitulah iman dan takwa, bak pakaian yang tidak boleh diuraikan benangnya yang dipintal kuat sehingga menjadi cerai berai kembali.
Dari sudut pandang yang lain, madrasah Ramadhan bukan sahaja memperbaiki amalan ibadah kita tetapi juga menguji keupayaan kita terhadap layanan kita dengan tegahan dan larangan Allah SWT. Sebagai contoh umat Islam dilarang makan dan minum serta melakukan perkara yang membatalkan puasa seperti bersama dengan isteri di siang hari, sedangkan perbuatan tersebut adalah harus dan halal di bulan-bulan yang lain. Jika kita mampu meninggalkan perkara yang halal di bulan Ramadhan kerana ketaatan kita pada perintah Allah SWT, maka adalah selayaknya bagi kita meninggalkan perkara yang haram walaupun di bulan-bulan yang lain.
Di antara tanda-tanda seseorang itu direstui dan diredhai amalannya ialah apabila melakukan sesuatu kebaikan maka legasi kebaikannya itu dapat diteruskan. Maka bagaimana keadaan kita pasca Ramadhan ini? Apakah kita telah lulus dari madrasah imaniyah di bulan Ramadhan? Dan apakah kita termasuk orang-orang yang tetap punya semangat untuk terus beribadah dan beristiqamah setelah Ramadhan?
Tidak terasa masa begitu pantas berlalu, dan bulan Ramadhan yang penuh dengan keberkatan dan keutamaan berlalu sudah. Namun, apakan daya, begitulah putaran hidup kita di dunia ini yang sentiasa beredar mengikut ketentuan Allah. Marilah kita bersama-sama berdoa agar kita diberi kesempatan untuk bertemu Ramadhan tahun hadapan dan tahun berikutnya. Besar harapan kita supaya segala pengabdian dan pengajaran yang berlaku sepanjang Ramadhan lalu menjadikan kita seorang yang lebih berkualiti di hadapan Allah SWT. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang celaka kerana tidak mendapatkan pengampunan dari Allah SWT selama bulan Ramadhan, sebagaimana sabda baginda Rasulullah SAW:
ورغمَ أنفُ رجلٍ دخل عليه رمضانَ ثم انْسَلَخ قبل أن يُغْفر لهُ
Bermaksud: “Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhan kemudian Ramadhan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni (oleh Allah)”
Hadith Riwayat Ahmad
Sebaik-baik pengharapan adalah pengharapan kepada Allah SWT. Berlalunya Ramadhan bukan bererti berlalunya kesempatan mendulang pahala di bulan-bulan berikutnya. Setiap orang Islam tentunya memahami bahawa setiap saat adalah waktu untuk mendapatkan redha Allah SWT. Salah satu saranan Allah agar semangat kekal terjaga pasca-Ramadhan ini adalah dengan berpuasa sunat Syawal. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ صامَ رمضانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ ستًّا مِنْ شوَّالٍ كانَ كصيامِ الدَّهْرِ
“Siapa yang puasa Ramadhan, kemudian ia mengikutkannya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka puasanya itu seperti puasa setahun.”
Hadith Riwayat Muslim
Semoga kita mampu menjiwai semangat Ramadhan ke dalam bulan-bulan berikutnya. Aamiin…